PERSATUAN PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH SUSUN INDONESIA

LATAR BELAKANG   

Keterbatasan lahan di tengah perkotaan mengakibatkan mahalnya harga tanah, sehingga tidak ada pilihan lain, kecuali menerapkan Konsep Hunian Strata Title (hunian bertingkat) dalam bentuk Rumah Susun untuk menjalani  kehidupan  harmonis yang sehat, bersih, dan nyaman terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Tentunya hal tersebut harus didukung oleh Pelaku Pembangunan dan Pengelola rumah susun/apartemen yang profesional.

                Setelah rumah susun/apartemen dipasarkan, selesai dibangun dan sudah diserahterimakan dari Pelaku Pembangunan kepada pembelinya, pekerjaan yang terpenting berikutnya adalah management/pengelolaan. Secara harfiah kata management/pengelolaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengelola; pemeliharaan; penyelenggaraan; pembelaan terhadap sesuatu yang dalam hal ini adalah properti (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka).

                Pengelolaan rumah susun bukan suatu hal yang mudah, oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak. Sebagai “budaya baru” peraturan Satuan Rumah Susun di Indonesia dapat dikatakan masih belum memadai, bahkan banyak hal yang belum diatur, sehingga menimbulkan multitafsir dan menjadi potensi konflik.

                Beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan rumah susun yang kerap menjadi masalah antara lain: dari pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun, hak suara penghuni (pemilik dan penyewa), mekanisme hubungan antara Pengelola dan atau Pelaku Pembangunan/Developer dengan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), penentuan tarif (IPL, Sunking Fund dan lainnya), hingga etika berinteraksi antar sesama penghuni rumah susun.